Sabtu, 01 Maret 2014

KARYA ILMIAH SEDERHANA

Hai sobat blogger, kali ini saya akan berbicara tentang suatu karya sastra yaitu karya ilmiah.
Mungkin semua orang tahu apa yang dimaksud dengan karya ilmiah itu sendiri dan mungkin mereka juga tahu membuat karya ilmiah dengan cara yang sederhana. Namun, sebagian besar dari mereka mengacuhkan syarat-syarat yang seharusnya ada dan digunakan dalam karya ilmiah itu sendiri.
  • Pengertian Karya Ilmiah
            Istilah karya ilmiah sendiri digunakan untuk sebuah tulisan yang mendalam sebagai hasil mengkaji dengan metode ilmiah. Dalam hal ini bukan berarti bahwa tulisan itu selalu berupa hasil penelitian ilmiah. Tulisan yang berupa petunjuk teknik atau bahkan cerita pengalaman nyata dan pengalaman biasa, yang bukan hasil penelitian ilmiah tetapi disajikan dalam bentuk yang mendalam sebagai hasil pengkajian dengan metode ilmiah dapatlah dikatakan karya ilmiah.
  • Sistematika Karya Ilmiah
1.      Halaman sampul depan
Berisi : judul karya tulis, jenis tulisan, maksud disusunnya karya tulis, logo, identitas                penulis, nama sekolah/ instansi, tahun penulisan/tahun pelajaran.
2.      Halaman judul
Isinya sama dengan halaman sampul depan hanya kertas yang digunakannya beda. Jika halaman sampul depan diberi kertas buffalo/agak tebal, yang halaman judul diberi kertas biasa yang lebih tipis.
3.      Kata pengantar
Berisi : ucapan syukur pada Tuhan, maksud penyusunan karya tulis, ucapan terima                   kasih, harapan-harapan.
Di dalam kata pengantar digunakan sebutan kami/penulis/penyusun, bukan saya atau    aku walaupun perorangan.
4.      Daftar isi
Daftar isi dimaksudkan untuk memberi gambaran secara menyeluruh tentang isi karya tulis sebagai petunjuk bagi pembaca dengan mencantumkan seluruh bab dan subbab disertai nomor halamannya.
5.      Pendahuluan
Berisi: latar belakang masalah, perumusan masalah (berupa kalimat tanya), tujuan                    karya tulis, dan manfaat karya tulis.
6.      Landasan Teori
Berisi : teori-teori yang dipakai sebagai landasan dalam pembahasan masalah.
7.      Pembahasan
Memuat uraian pokok permasalahan secara lengkap dan terinci.
8.      Penutup
Berisi:
1)      Kesimpulan : merupakan pernyataan singkat dan tepat yang disarikan (jawaban                      singkat dari rumusan masalah).
2)      Saran           : merupakan imbauan penulis kepada para pembaca.
9.      Daftar Pustaka
Berisi tentang :
a.       nama pengarang
b.      tahun terbit
c.       judul buku
d.      tempat penerbit
e.       nama penerbit
Cara Penulisan
                  Tarigan, Henry Guntur. 1996. Pengajaran Kosakata. Bandung : Angkasa.
  • Hal Hal yang Harus Diperhatikan
1.      Karya ilmiah menggunakan kertas A4.
2.      Ukuran hurufnya harus 12.
3.      Jenis tulisan yang digunakan adalah Times New Roman.
4.      Karya ilmiah menggunakan 2 spasi.
5.      Margin yang digunakan : atas dan kiri         à 4 cm
                                                              bawah dan kanan à 3 cm
          6. Pembuatan nomor halaman
              - Sebelum pendahuluan menggunakan angka romawi kecil.
              - Mulai dari kata bab pendahuluan menggunakan angka arab.
              - Jika ada judul, nomor halaman ditulis di bawah tengah.
              - Jika tidak ada judul, nomor halaman ditulis di kanan atas.

Nah keterangan di atas dapat membantu sobat blogger untuk membuat karya ilmiah yang sederhana semoga bermanfaat untuk kalian.

Jika butuh contoh untuk karya ilmiah. KLIK DI SINI
Karya ilmiah tersebut berupa karya ilmiah sekitar pembuatan biogas sebagai energi alternatif pengganti bahan bakar fosil. Dan dengan adanya biogas tentu semakin ramah lingkungan.
Bye. See you.


Kamis, 13 Februari 2014

Globalisasi Menyerang Remaja

Siang sobat blogger, saya mau ngepost pidato saya yang saya gunakan untuk ujian praktek SMP saya, ini pidato yang lumayan panjang sih tapi gapapalah untuk contoh contoh aja buat sobat yang mau buat pidato tapi bingung. 

 PENGARUH GLOBALISASI BAGI REMAJA INDONESIA 

      Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh 

      Yang terhomat Ibu Harsiwi, Guru Mata Pelajaran Bahasa Indonesia 

      Dan teman-teman IX-A yang saya sayangi 

      Ucapan syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita sehingga dapat berkumpul di tempat ini dalam keadaan sehat wal’afiat tak kurang suatu apapun. Pada kesempatan kali ini perkenankan saya menyampaikan pidato dengan tema “Pengaruh Globalisasi bagi Remaja Indonesia”. 

         Hadirin yang berbahagia, 

      Akhir-akhir tahun ini globalisasi telah mengguncang negeri kita dan itu dianggap sebagai hal yang biasa. Di mana globalisasi adalah suatu proses antar individu, antar kelompok, dan antar negara saling berinteraksi, bergantung, terkait, dan saling mempengaruhi satu sama lain yang melintasi batas negara. Karena globalisasi adalah proses yang mendunia, tentu semua orang merasakan pengaruhnya, termasuk para remaja di Indonesia. Mereka telah merasakan pengaruhnya di berbagai bidang. 

        Misalnya pengaruh pada bidang transportasi, semakin gencarnya globalisasi, Jepang lebih mudah mengekspor produk-produk kendaraan bermotornya ke Indonesia dengan harga yang tak terlalu mahal. Sehingga banyak orang tua yang sudah membelikan anaknya kendaraan bermotor, padahal mereka belum cukup umur untuk mengendarainya. Buktinya, setiap hari kita dapat melihat remaja yang berangkat sekolah dengan mengendarai sepeda motor. Bahkan banyak dari mereka yang ngebut dan tidak menaati peraturan lalu lintas, seperti tidak memakai helm, tidak membawa SIM, STNK, melanggar lampu merah, dan lain sebagainya. Hal itu sangat berbeda jauh saat sebelum globalisasi meluas, dulu pelajar yang berangkat ke sekolah seringkali mereka membawa sepeda dan ada juga yang berjalan kaki. Tentu saja itu lebih menyehatkan dan ramah lingkungan pastinya, daripada menggunakan kendaraan bermotor yang asapnya mengakibatkan polusi udara bahkan menjadi salah satu penyebab utama bumi menjadi panas yang sering disebut global warming. 

       Selain di bidang transportasi, telekomunikasi sekarang juga merekat dalam kehidupan remaja. Contohnya saja handphone, alat komunikasi yang sudah pasti dimiliki oleh setiap remaja Indonesia, bahkan mereka lebih pandai mengoperasikannya daripada orang tuanya. Ini sangat bertolak belakang dengan keadaan sebelumnya. Sebelum ada globalisasi, orang-orang harus pergi ke orang yang dibutuhkan atau bisa menggunakan surat untuk mengirim kabar. Ini sangat bermanfaat bagi semua orang, namun pada bidang ini juga memiliki dampak negatif. Bagaimana tidak? Remaja yang mempunyai handphone bisa kecanduan diartikan bahwa mereka harus membawanya saat mereka pergi dan mereka memilih bermain games yang ada di handphone daripada harus bermain dengan teman-temannya di depan rumah. 

       Ibu guru dan teman-teman yang saya sayangi, 

      Pada bidang internet, sangat rawan bagi pengguna termasuk remaja. Dengan adanya internet, kita tak perlu ke perpustakaan karena di internet kita lebih leluasa untuk mencari informasi semau kita. Namun, tak semua website di internet adalah website yang bermanfaat bagi pelajar seperti kita, banyak orang jahil yang menyalahgunakan internet sebagai tempat untuk mengunggah dan mengunduh video pornografi, melakukan penipuan, menjual dagangan illegal, dan hal negative lainnya. Adapun sudah banyak remaja Indonesia yang kecanduan dengan jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter. Rasa kecanduan terhadap jejaring sosial seperti ini bisa menyebabkan para remaja tidak bisa bersosialisasi dengan lingkungan sekitar mereka. 

       Yang tak kalah penting, yaitu fashion. Saat ini tren yang sangat mendunia berasal dari negara-negara barat dianggap itulah yang paling keren. Sekarang sudah banyak remaja Indonesia yang suka mengenakan baju dan celana ketat, dan sebagainya. Jika tidak mengikuti tren luar negeri, mereka akan merasa malu karena dianggap ketinggalan zaman, gak gaul, dan ndeso. Tapi jika semua memilih tren luar negeri, siapa yang akan melestarikan pakaian khas Indonesia? Padahal pakaian khas Indonesia sudah banyak yang mendunia, contohnya saja batik. Gaya rambut remaja Indonesia masa kini pun juga sudah terpengaruh oleh gaya rambut Barat. Banyak remaja yang mewarnai rambutnya menjadi pirang seperti rambut orang luar negeri. Padahal, sebenarnya rambut warna hitam terlihat lebih natural. Dan pewarna rambut lama-lama bisa merusak rambut kita. 

       Bidang budaya juga telah merasakan dampak globalisasi. Saat ini, banyak remaja yang lebih memilih berlajar budaya luar negeri daripada budaya negaranya sendiri. Contohnya, banyak mereka yang lebih memilih ikut sanggat dance daripada sanggar tari Jawa. Dan itu sangat memprihatinkan remaja Indonesia sebagai generasi penerus bangsa yang belum bisa melestarikan kebudayaan Indonesia. 

          Hadirin yang berbahagia, 

        Karena masalah-masalah diatas, saya mempunyai beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi globalisasi. Yaitu yang pertama adanya kemauan untuk memilih dampak positif dan negatif dari globalisasi dan mengambil dampak positifnya. Yang kedua selalu meminta pendapat orang tua tentang apa yang ingin dilakukan supaya tidak terjerumus dampak negatif globalisasi. Selanjutnya remaja harus pandai memilih teman dan lingkungan yang baik. Dan yang terakhir remaja harus bisa membentuk ketahanan diri agar tidak mudah terpengaruh jika teman sebaya atau komunitas yang ada tidak sesuai dengan harapan. 

          Teman-teman yang saya sayangi, 

          Marilah, kita hindari dampak negatif dari globalisasi dan ambil dampak positifnya, agar kita dapat menjadi pribadi yang dapat membentuk jati diri generasi penerus bangsa yang bermartabat. Hadirin, Sekian yang dapat saya sampaikan, mudah-mudahan bermanfaat. Apabila ada tutur kata dan tingkah laku yang kurang berkenan, saya mohon maaf, terima kasih. 

         Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Kamis, 06 Februari 2014

PRIHATIN!



PEMANASAN GLOBAL

Pemanasan global adalah kejadian meningkatnya panas (temperatur) rata-rata atmosfer, laut, dan daratan bumi. Planet bumi telah menghangat(dan juga mendingin) berkali-kali selama 4,64 miliar tahun sejarahnya. Pada saat ini, bumi menghadapi pemanasan yang cepat. Para ahli menganggap hal ini disebabkan aktivitas manusia. Penyebab utamanya adalah pembakaran batu bara, minyak bumi, gas alam yang melepas karbon dioksida, dan gas-gas lainnya yang terkenal sebagai gas rumah kaca ke atmosfer. Ketika atmosfer semakin kaya akan gas-gas rumah kaca ini maka akan lebih banyak panas dari matahari yang dipancarkan ke bumi.

Kenaikan temperatur ini akan mengakibatkan mencairnya es di kutub dan menghangatkan lautan. Akibatnya, volume air laut bertambah dan dapat menimbulkan banjir di daerah pantai, bahkan dapat menenggelamkan pulau-pulau. Beberapa daerah dengan iklim yang hangat akan menerima curah hujan yang lebih tinggi, tetapi tanah juga akan lebih cepat kering. Kekeringan tanah ini akan merusk tanaman bahkan menghancurkan suplai makanan di beberapa tempat di dunia. Hewan dan tanaman akan bermigrasi ke arah kutub yang lebih dingin dan spesies yang tidak mampu berpindah akan musnah. Potensi kerusakan yang ditimbulkan pemanasan global ini sangat besar sehingga ilmuwan-ilmuwan ternama dunia menyerukan perlunya kerja sama internasional serta reaksi yang cepat untuk mengatasi masalah ini.

Contoh Cerpen bla bla bla

Cerpen ini buatanku sendiri no copas untuk keperluan pribadi!

MERAJUT SEJUTA KENANGAN


            Di musim hujan yang lumayan lebat ini, Marsha termenung di jendela kamarnya, ia merasa seperti ada yang kurang dari dirinya. Dia selalu bertanya-tanya dengan hatinya, sehingga ia gelisah seperti ini. Malam mulai datang, ia pun segera tidur.
            Kringggg….. Alarm Marsha berbunyi dan ia segera bangun dari tidurnya untuk segera mandi, di ruang makan ibunya sudah menyiapkan sarapan untuk Marsha dan keluarganya. Ya, Marsha Westlake ini tinggal bersama kedua orang tuanya dan seorang adik laki-laki, dan merupakan keluarga yang cukup.
            “Mah, masak apa hari ini?” tanya Marsha kepada mamanya.
            “Nasi goreng spesial soalnya Mamah lagi libur kerjanya, jadi disempetin masak deh”, jawab mamanya dengan tersenyum.
            Marsha hanya mengangguk lega, ya mamanya itu sebagai wanita karier  yang selalu sibuk dengan urusan bisnis butiknya. Untuk itu dia senang sekali jika mamanya berada di rumah, karena ia bisa berkumpul dengan mamanya walaupun kesempatan itu jarang sekali.
            Setelah sarapan, Marsha berangkat ke sekolah, sekolahnya merupakan favorit di kotanya, maka dari itu siswa siswinya pun dari keluarga yang kaya. Marsha murid kelas 3 SMA, dia dikenal sebagai orang yang cerdas di kelasnya tapi sangat minim jika disuguhkan dalam dunia pergaulan. Ya, bisa dibilang, Marsha itu kurang bergaul aliyas kurang teman. Alasannyapun masih bisa dikata masuk akal yaitu dia hanya ingin bergaul dengan orang yang justru dari orang biasa yang tidak seperantara dengan  dia, karena dia terbiasa hidup dengan tidak selalu menghabiskan uang ibunya. Alasan yang kedua adalah dia tidak suka dengan perilaku teman-temannya di kelas yang selalu menonjolkan harta kekayaan orang tua, itu mungkin hal yang biasa dalam sejumlah orang-orang elit, tetapi menurut Marsha itu terlalu berlebihan.
            “Kaya sekarang itu nggak menjamin masa depan kaliyan loh!” gumam Marsha dalam hati.
            “Marsha, udah ngerjain tugas belum?”
            “Udah, kenapa?”
            “Enggak apa-apa, aku boleh lihat tidak? Aku ingin membaca puisimu.”
            “Oh boleh, ini,” kata Marsha sambil memberikan puisinya kepada Amel.
            “Wah, bagus ya,” puji Amel.
            “Terima kasih mungkin ini efek dari hujan semalam yang membawa hoki,” kata Marsha sambil tersenyum. Ya, Amel adalah teman sebangku Marsha, dia selalu bersama Marsha jika ada waktu luang untuk bersama.
            Bel masuk berbunyi, guru pengajar di kelas Marsha pun sudah masuk.
            “Buka halaman 49, dan kerjakan soal nomor 5 sampai 20.”
            Seusai mengerjakan, para siswa disuruh untuk keluar kelas dan menuju taman untuk membacakan puisi yang telah mereka buat. Dan pada kali ini, Marsha mendapat pujian dari teman-temannya karena ia termasuk siswi yang bagus dalam membacakan puisinya. Jam sekolah akhirnya selesai, Marsha pun pulan seperti biasa dijemput oleh sopirnya. Dalam perjalanan, tiba tiba sopir mengerem dengan mendadak, sentak Marsha terkejut dalam lamunannya.
            “Ada apa, Pak? Kok mengerem mendadak?”
            “Anu, Non. Bapak hamper menabrak anak kecil.”
            “Astaghfirullah,” kata Marsha sambil dia bergegas turun dengan perasaan yang sangat tegang. Dilihatnya seorang anak penjual koran sudah terjatuh tepat di depan mobilnya. Ia kaget lalu menanyakan kepada anak tersebut.
            “Maaf, maaf, kamu tidak apa-apa?” tanya Marsha.
            “Tidak, Kak, hanya luka sedikit saja.”
            “Aduh, kamu berdarah, saya akan bawa kamu ke rumah sakit sekarang saja, ya?”
            “Tidak usah ini tidak apa-apa.”
            “Ya sudah, ayo saya antar kamu pulang saja.”
            “Tidak usah kak, saya masih mau berjualan lagi soalnya tadi belum dapat pembeli.”
            “Ya sudah, saya beli Koran kamu saja, ini,” kata Marsha sambil memberikan uang senilai Rp 50.000,00 kepada anak itu.
            “Kak itu terlalu banyak, saya tidak punya kembalian.”
            “Sudah ambil saja, sekali lagi saya minta maaf, ya sudah saya pulang dulu.”
            “Terima kasih, Kak,” kata anak itu sambil tersenyum.
            Marsha tersenyum dan ia kembali meneruskan perjalanan pulang. Di perjalanan ia berusaha berpikir tentang apa yang dilakukan si anak tadi, walaupun dia masih kecil tapi dia semangat untuk bekerja demi kelangsungan hidupnya. Marsha terharu dan tak disadari air matanya menetes dan langsung mengusapnya agar tidak ketahuan oleh sopirnya.
            “Oh ya, nama bocah tadi siapa ya?” gumam Marsha dalam hati, kesal karena ia kelupaan untuk menanyakan nama anak yang tertabrak tadi.
            Sesampainya di rumah, dia menceritakan kejadian yang telah dialaminya tadi.
            “Assalamualaikum, Mah.”
            “Wa’alaikum salam, Marsha. Lho kok pulangnya telat, ada apa?”
            “Tadi pak sopir tidak sengaja menabrak anak kecil penjual koran.”
            “Apa? Terus bagaimana, Marsha? Apa mobilnya tidak apa-apa?”
            Dengan heran, Marsha menjawabnya dengan menggelengkan kepala, apa maksud mamanya tadi, apa mamanya tidak peduli dengan keadaan anak tadi, Marsha benar-benar tidak menyangka bahwa mamanya tidak mempunyai rasa kasihan terhadap anak itu. Kemudian, dia pun langsung menuju ke kamarnya dengan rasa yang agak kesal dengan mamanya, dan ia sempatkan tidur sejenak.
            Satu minggu lagi, Marsha akan menghadapi Ujian Nasional tingkat SMA, dia begitu antusias belajar demi mengejar cita-citanya sebagai seorang penulis. Bahkan dia telah berencana membuat novel, ia bersekolah dengan rajinnya. Seperti biasa orang tuanya jarang sekali ada di rumah, jadi ia belajar sendiri. Orang tua Marsha beranggapan bahwa Marsha anak yang cerdas.
            Akhirnya UN datang juga, para siswa sangat antusias untuk berlatih mengerjakan soal yang sekiranya akan keluar pada saat ujian waktu itu.
            “Ya Allah semoga hamba mendapatkan hidayah untuk mengerjakan soal dengan mudah dan tenang,” doa Marsha dalam hatinya. Dalam setiap soal, ia dapat mengerjakannya dengan keadaan yang tidak grusa-grusu. Beberapa hari belalu akhirnya UN telah selesai dan para siswa akan menunggu pengumuman hasilnya yang akan dipublikasikan pada satu bulan setelah UN selesai.
            Sembari menunggu pengumuman, Marsha membuat kesibukan dengan meneruskan karya tulisnya yang berbentuk novel. Ia mengembangkan kembali karyanya dan ia mengambil tema menurut kisahnya sendiri.
            Hari itu adalah hari pengumuman sudah diberitakan, Marsha telah mendapatkan pemberitahuan ia lulus dan ia terkejut dengan nilai ujiannya yang memuaskan, tak disangka dia menempati peringkat 1 dalam kelasnya. Lalu ia pulang ke rumah dengan senangnya.
            “Mamah, papah, aku lulus dengan nilai bagus.”
            “Iya mamah percaya kamu pasti bisa, mama dan papa janji akan mengajak kamu liburan, tapi jangan sekarang ya Mamah harus pergi ketemu client.”
            “Tapi, Mah, apa nggak ada waktu sekarang aja sama Marsha?”
            “Harus sekarang? Aduh, plis Marsha, mama lagi sibuk ini.”
            “Papa mana, Mah?”
            “Papah lagi ke luar kota ngurusin kerjaannya, ya udah mama pergi dulu ya, bye,” sambil mengecup dahi Marsha dan pergi.
            “Hati-hati, Mah,” Marsha sedih mengucapkan kata itu.
            “Bukan ini yang Marsha harapkan, Mah. Marsha cuman pengen kasih sayang dari mamah, tidak lebih,” katanya dalam hati sambil menangis agar ia lega.
            Seminggu kemudian, orang tuanya sudah bebas dari kesibukan bisnis mereka. Untuk itu mereka mengajak Marsha dan adiknya untuk pergi liburan ke kota Batu, Malang. Ini juga merupakan hadiah untuk Marsha.
            “Marsha, ayo kita berangkat.”
            “Iya, Pah,” sambil mendorong kopernya itu.
            Sesampainya di mobil ia merasa tidak enak dengan perjalanannya, hatinya sering kali merasa cemas.
            “Aduh, ada apa ini ya, perasaanku tidak enak.”
            Tak lama mobil berjalan, tiba-tiba di salah satu perempatan yang dilewati mobil keluarga Marsha, ada mobil lain yang lewat dan braakk….. terdengar sangat keras, mobil Marsha mengalami kecelakaan hebat dengan sebuah mobil lain. Jalan-jalan sekitar macet akibat kecelakaan maut tersebut. Keluarga Marsha segera dilarikan ke rumah sakit agar mendapatkan perawatan intensif. Ternyata benar apa yang dirasakan Marsha sebelum berangkat itu benar.
            Di ruang UGD Rumah Sakit Batavia, Jakarta, keluarga Marsha dan Marsha sendiri dirawat dengan intensif.
            “Di mana aku? Di sini kelihatan gelap,” kata Marsha yang tengah sadar dan mencoba untuk membuka kedua matanya.
            “Em, Marsha, kamu tenang saja, aku di sini untuk menemanimu,” kata seorang pemuda.
            “Siapa kamu? Kenapa aku tidak bisa melihat apapun?”
            “Sebentar, saya panggilkan dokter.”
            “Ya Allah ada apa ini? Kenapa aku sama sekali tidak bisa melihat apa-apa? Apakah ini mimpi? Atau aku sudah menuju jalanmu?” Marsha bertanya-tanya dalam hati.
            “Saya akan bicara kepada kerabat atau saudaranya,” kata seorang dokter yang memeriksa keadaan Marsha.
            “Saya temannya, Dok.”
            Kedua pemuda itu langsung menuju ruang dokter untuk membicarakan keadaan Marsha yang tak bisa dipungkiri lagi, karena kejadian kecelakaan maut tersebut, mata Marsha tidak berfungsi semestinya. Dia sekarang buta, oleh sebab itu ketika ia membuka kedua matanya ia tidak bisa melihat apapun di sekitarnya.
            “Dok, saya mohon, tolong sembuhkan Marsha.”
            “Maaf ini hanya bisa dilakukan dengan cara mendonorkan kornea mata seseorang dan dipindah ke mata Marsha.”
            “Apakah tidak ada cara lain, Dok?”
            “Hanya itu cara satu-satunya.”
            Pemuda itu pun lalu bergegas menuju ruangan Marsha. Sambil berjalan ia bingung bagaimana cara mendapatkan kornea mata untuk menggantikan kornea mata Marsha.
            “Apa yang terjadi padaku? Apakah aku buta? Iya?”
            “Maafkan aku, Sha, iya sekarang kornea mata kamu rusak akibat kecelakaan itu,” jelas pemuda itu.
            “Sekarang jelaskan padaku, siapa kamu sebenarnya?”
            “Aku Titan, aku anak dari sahabat orang tua kamu, sedangkan orang tuaku berdomisili di Amerika.”
            “Kenapa kamu bisa tau apa yang aku alami sekarang?”
            “Aku mendapat kabar dari saudara mama kamu.”
            “Lalu, mama sama papaku, di mana mereka?”
            “Seharusnya aku nggak bisa bicara denganmu dalam kondisi seperti ini, tapi tidak bisa disembunyikan lagi, selain kamu kehilangan indera penglihatan kamu, kamu juga kehilangan orang tua dan adik kamu, Marsha,” jelasnya.
            “Katakan padaku kalau kamu bicara bohong, iya, kan? Hiks hiks,” Marsha menangis dengan sedihnya bahwa dia telah kehilangan keluarganya.
            Semenjak itu, dia menjadi perempuan yang pendiam, dan tidak mau bertemu dengan orang siapapun itu, dia merasa kesepian, hingga akhirnya, salah satu dokter yang sedang praktek di rumah sakit tersebut berusaha untuk menghibur dan menguatkan hatinya agar ia tidak memurung diri.
            “Hai, Marsha, kenapa sih kamu selalu murung, padahal kamu masih diberi kesempatan waktu untuk berada di dunia lagi lho,” kata Wahyu, dokter praktek yang berusaha menguatkan Marsha.
            “Coba deh kamu bayangin, rasanya kehilangan keluarga yang sangat kamu cintai di waktu yang seperti ini.”
            “Aku tau, tapi sedih yang terus menerus itu nggak baik, daripada kamu mengurung diri di sini, ayo ikut aku kita jalan-jalan di taman,” ajak Wahyu.
            Dengan tersenyum, Marsha pun menjawab, ”Iya aku ingin menghirup udara segar di sana, tapi kamu mau kan menuntun aku agar aku sampai di taman.”
            “Iya pasti lah aku akan lakukan untuk kamu, ayo sekarang kamu berdiri.”
            “Terima kasih ya, Wahyu,” senyum Marsha terukir indah di bibirnya.
            Nampaknya, Marsha mulai merasa nyaman dengan kehadiran Wahyu yang selalu menemaninya setiap waktu. Begitupun dengan Wahyu, sepertinya dia mulai ada rasa dengan gadis itu. Sesampainya di taman, Wahyu dan Marsha duduk di kursi taman, mereka tampak bahagia. Walaupun keadaan Marsha buta, tetapi dia masih bisa tersenyum dengan layaknya, mungkin dia sudah melupakan kejadian yang baru saja ditimpa oleh keluarganya.
            “Ya, biasanya kalau aku lagi bête ya, tempatku di sini ini.”
            “Tempat kamu juga cocok buat orang buta kayak aku.”
            “Nggak gitu juga sih, aku ngajak kamu di sini agar pikiran kamu bisa refresh, tidak terlalu banyak beban pikiran yang kamu tanggung,” kata Wahyu dengan melontarkan senyumnya.
            Tituut tituutt…. Terdengar handphone Wahyu berbunyi dan diangkatnya. Ternyata yang telepon adalah dokter memeriksa Marsha, dan ia bilang bahwa ada tantenya Marsha yang menjenguk dan sekaligus untuk dibawa tinggal bersamanya di rumah Marsha. Mendengar kabar itu, Marsha sangat bahagia, tantenya masih peduli kepadanya, tantenya lah yang akan merawat Marsha selagi dia dalam keadaan masih shock. Lalu, Wahyu dan Marsha segera untuk menemui dokter dan tantenya Marsha.
            “Terima kasih, Dok, sudah memberi perawatan kepada keponakan saya, oh ya saya minta kertas tebusan untuk menebus biaya rumah sakit Marsha,” kata tantenya.
            “Oh kalau itu sudah ditebus oleh pemuda yang katanya anak dari sahabat orang tua Marsha, Ibu. Namanya kalau tidak salah Titan.”
            “Titan? Siapa ya? Emm ya sudah terima kasih kalau begitu, Dok, saya akan membawa Marsha pulang hari ini.”
            “Jangan lupa untuk selalu ke sini agar kami bisa memantau perkembangan Marsha,” kata dokter dan tantenya Marsha pun ikut mengangguk dan tersenyum.
            Sesampainya di depan ruangan, Wahyu mengucapkan selamat tinggal kepada Marsha.
            “Marsha, kamu hati-hati di rumah ya.”
            “Iya, terima kasih atas nasihatnya, aku akan sering-sering ke sini,” jelas Marsha dengan melambaikan tangan kepada Wahyu.
            “Saya tahu, kamu pasti ada rasa kan sama Marsha,” kata dokter sambil memancing Wahyu.
            “Ah dokter bisa saja,” katanya sambil meninggalkan dokter.
            Sesampainya di rumah, ia dihibur oleh Tante Tiara, ia diberi semangat oleh tantenya agar dapat menjalani hidup dengan semestinya walaupun dia kehilangan indera penglihatannya. Dia berusaha untuk tetap tegar dalam menghadapi berbagai cobaan yang diberikan.
            Setiap hari Marsha diantar oleh tantenya untuk cek kondisi Marsha, dan setiap hari pula Marsha bertemu dengan Wahyu. Mereka selalu mengungkapkan kesenangan maupun kesedihan yang dialami.
            “Hei, Marsha, bagaimana keadaan kamu sekarang? Semakin baik, kan?”
            “Eh Wahyu, iya mataku juga udah agak baikan enggak sakit lagi seperti dulu.”
            “Syukurlah, oh ya, hari ini kamu sibuk, nggak? Aku mau ajak kamu makan siang, mau?” ajak Wahyu.
            “Boleh, Wahyu, aku nggak pernah ada kesibukan.”
            Teett…Tettt… Tiba-tiba ada suara klakson mobil yang berada di depan rumah sakit, ternyata pemuda itu adalah Titan, yang akan menjemput Marsha sepulang berobatnya. Lalu Marsha pun bingung karena tadinya dia diajak Wahyu untuk makan bersama, tetapi Titan datang di saat yang kurang tepat.
            “Sha, itu ada Titan menjemput kamu.”
            “Hah? Titan? Aduh, aku kan udah janji sama kamu buat makan siang bersama, bagaimana ini?”
            “Hai, Marsha ayo kita pulang pasti tante kamu udah nunggu di rumah,” kata Titan yang tiba-tiba menghampiri Marsha.
            “Ehh Titan, aku…”
            Belum selesai Marsha bicara, Wahyu pun menyahut, ”Sudah kamu pulang saja, nanti tante kamu nungguin lho, kalau makan siang sama aku kan bisa diundur.”
            “Maaf ya, Wahyu,” kata Marsha sedih.
            “Ayo, Marsha,” ajak Titan pulang.
            “Iya.”
            Di perjalanan, Titan menceritakan perjalanan hidupnya kepada Marsha, dia bilang bahwa orang tuanya lah yang menyuruhnya untuk menemui Marsha. Saat itu, Marsha begitu percaya dan akhirnya mereka berteman. Jujur saja di dalam hati Marsha merasa ada yang tidak beres dalam kejadian ini, tapi dia tak tahu apapun.
            Titan juga bertanya-tanya kepada Marsha mengapa jika Marsha ke rumah sakit, pasti dia selalu bersama Wahyu, dan sering kali membicarakan hal penting yang Titan tidak mengetahuinya. Tetapi Titan mencoba untuk jangan bertanya seperti itu, takut Marsha akan marah kepadanya. Sebenarnya dia cemburu dengan Wahyu yang selalu ada di samping Marsha.
            Sesampainya di rumah Marsha, mereka langsung masuk dengan Titan menggandeng tangan Marsha, tantenya mempersilakan Titan masuk dan berbincang-bincang sebentar. Dari perbincangan tersebut Marsha mendengarkan dari pintu kamarnya, bahwa setiap hari dia harus diantar jemput ke rumah sakit oleh Titan, Marsha sangat sedih, dia tak tahu apa yang harus ia lakukan sekarang.
            “Tante kasihan sama komputer ini yang sudah lama tidak kamu pakai,” kata Tante Tiara sambil memegang komputer Marsha.
            “Ah, Tante, jangan ingetin Marsha tentang itu dong, kan Marsha kangen bikin novel yang udah lama nggak aku terusin.”
            “Iya, Tante tau, oh ya udah malam, ayo kamu tidur.”
            Keesokan harinya pada saat di rumah sakit, Wahyu berbicara dengan dokter yang dekat dengannya. Mereka membicarakan keadaan Marsha yang semakin hari sepertinya dia terpukul dengan kekurangannya.
            “Dok, saya ingin mendonorkan kornea mata saya untuk Marsha,” kata Wahyu yakin.
            “Wahyu, kornea mata seseorang sangat penting bagi mata orang itu sendiri, coba pikir lagi, apa kamu yakin?”
            “Saya yakin, Dok, saya ingin melihat Marsha bahagia.”
            “Baiklah saya akan usahakan.”
            Mereka menyetujui dengan keputusan Wahyu.
            “Marsha.”
            “Wahyu, ada apa?”
            “Aku mau mengajak kamu di taman.”
            “Iya aku mau.”
            Sesampainya di taman, mereka duduk seperti biasa di kursi yang ada di sana, Wahyu melihat Marsha, tetapi Marsha tidak melihatnya karena dia tidak tau dengan keberadaan Wahyu. Tetapi baru saja mereka berbincang, terdengar bunyi nada dering Marsha yang ternyata itu Titan. Marsha akan dijemput tetapi dia harus berada di seberang jalan agar tidak kejauhan. Dan, Marsha pun menyetujui akhirnya diantar oleh Wahyu untuk menyebrang jalan depan rumah sakit. Marsha yang menggunakan tongkat itu berlatih untuk mengingat jalan, sesampainya di seberang jalan, Wahyu mengucapkan selamat tinggal kepada Marsha yang akan pulang.
            Tetapi pada saat Wahyu hendak menyebrang tiba-tiba braakkkk…………. Dia tertabrak mobil ketika ia tengah menyebrang. Marsha yang mendengar kejadian itu tampak gelisah, dia tak tahu siapa yang telah mengalami kecelakaan itu, pikirannya hanya kepada Wahyu, apa jangan-jangan, Marsha tidak tahu pasti. Banyak orang yang menolong Wahyu dalam kecelakaan tersebut. Tak lama dari itu, akhirnya Marsha dijemput oleh Titan dan pulang ke rumah dengan perasaan yang tidak enak.
            “Ya Allah, apakah yang terjadi tadi? Semoga Wahyu tidak apa-apa.”
            Setelah itu Marsha tidur untuk menenangkan pikirannya, yang harus ia lakukan besuk harus mengecek keadaannya lagi di rumah sakit, dan memastikan Wahyu tidak terjadi apa-apa. Tetapi, tuuuuttt…tuuuuttt… Nada dering handphone Marsha terdengar lalu diangkatnya. Ternyata itu adalah dokter yang merawat Marsha sepanjang hari ini, dia mengatakan bahwa ada orang yang mau mendonorkan kornea matanya untuk Marsha, Marsha pun tersenyum lalu dengan sigap ia mau menerima tawaran dari dokter. Hatinya sangat senang, ada orang yang mau mendonorkan kornea mata untuknya, dianggapnya orang itu pasti orang yang sangat peduli dengan penderita orang cacat.
            Keesokan harinya, Marsha di rumah sakit diantar oleh Titan dan hari itu juga ia akan melakukan operasi pemasangan kornea mata.
            “Sudah siap untuk melakukan operasi, Marsha?”
            “Siap, Dok.”
            Akhirnya operasi dilakukan dan dokter beserta suster sudah merencanakan untuk hasil yang sempurna dalam operasi kali ini. Dengan rasa yang was-was Marsha pun menjalaninya. Beberapa jam berlalu akhirnya operasi selesai dan untuk hasil terbaik, mata Marsha ditutupi dengan kain dan baru bisa dibuka sehari setelah menjalani operasi.
            Hari berikutnya  di rumah sakit, setelah mengecek keadaannya sekaligus membuka kain yang ditutupi di matanya. Marsha tampak senang karena sebentar lagi ia dapat melihat dengan sempurna, dan orang pertama yang ingin ia temui adalah Wahyu. Tetapi setelah kain terbuka, tidak ada Wahyu di sana, yang ada hanya Tante Tiara dan Titan. Akhirnya Marsha bisa melihat seperti orang layaknya. Tapi dia menyesal, tidak ada Wahyu di sampingnya dan ia segera pulang.
            “Wahyu, kenapa kamu tidak menjengukku?”
            Tante Tiara memberikan saran kepada Marsha agar menenangkan diri dulu, dan jangan berpikir yang berat. Karena setiap hari dia harus periksa keadaan matanya di rumah sakit. Dan itulah kesempatannya untuk mencari Wahyu.
            “Bagaimana keadaannya, Sha?”
            “Lebih baik, Dok, terima kasih sudah mau memeriksa saya setiap hari, tanpa dokter saya belum tentu bisa melihat lagi seperti ini.”
            “Jangan berterimakasih kepada saya, saya hanya sebagai penyalur saja, terima kasihlah kepada Tuhan,” kata dokter dengan tersenyum.
            Lalu Marsha pergi ke taman dan duduk seperti biasa, tujuannya kali ini ingin bertemu dengan Wahyu. Tak lama setelah itu, muncul sosok Wahyu yang wajahnya sangat asing bagi Marsha, dan mereka pun berbincang.
            “Hai, Marsha, seneng nih udah bisa melihat lagi.”
            “Wahyu? Kamu Wahyu? Kenapa kamu nggak datang saat aku operasi? Padahal aku berharap kamu itu yang aku lihat pertama kali.”
            Dengan tersenyum menyembunyikan sesuatu, Wahyu menjawab, “Maafkan aku ya, Marsha, kemarin ada acara mendadak di kampusku.”
            “Oh, aku berterimakasih banyak lho sama orang yang mau mendonorkan korneanya buat aku.”
            “Syukurlah, pasti orangnya bahagia juga kalo ngelihat kamu bisa melihat lagi.”
            Mereka berdua tertawa bersama, menghabiskan waktu bersama. Saat itu Wahyu hampir ingin menyentuh tangan Marsha, tetapi keinginannya seakan-akan ditunda seperti orang yang sedang menyembunyikan sesuatu, dia tak mau Marsha akan sedih bila dia melakukan ini kepada Marsha. Tetapi baru rasanya ngobrol sebentar, tetapi Marsha sudah dijemput oleh Titan, dan Wahyu mempersilakan Marsha untuk pulang. Lalu Marsha mengucapkan selamat tinggal kepada Wahyu dengan melambaikan tangan. Titan tampak bingung siapa yang mengajak Marsha melambaikan tangan seperti itu, dia tidak melihat siapa-siapa di dekat Marsha, mungkin itu hanya halusinasinya semata. Sepulangnya di rumah, Marsha lalu menuju kamar dan meneruskan novel yang dibuatnya, novel itu terinspirasi dari Marsha sendiri saat bersama-sama dengan Wahyu.
            Hari selanjutnya ini adalah hari terakhir untuk dia periksa di rumah sakit. Lalu dia terlebih dahulu menemui Wahyu.
            “Hai, Wahyu, mau ke mana?”
            “Marsha! Emmm …aku mau ke ruang sebelah ada pasien yang memerlukan bantuan.”
            “Aku temenin boleh?”
            “Maaf, Marsha, tapi ini menyangkut kecelakaan serius.”
            “Oh ya sudah lah, aku juga mau menemui dokter.”
            Wahyu pun tersenyum dan melanjutkan jalannya. Ketika itu dokter yang sedari tadi memerhatikan perilaku Marsha, terlihat aneh dan langsung menghampiri Marsha.
            “Marsha, bisa ikut ke ruangan saya sebentar?”
            “Oh ya, Dok, saya juga ingin bertemu dokter.”
Di ruang dokter…………….
            “Begini, Marsha, saya mau Tanya, tadi yang kamu ajak bicara itu siapa?”
            “Masak sih dokter tidak tahu, tadi kan saya bicara dengan Wahyu, oh apa tadi gara-gara dia buru-buru jadi dokter tidak melihatnya.”
            “Maafkan saya, Marsha, ini memang butuh waktu lama untuk menjelaskan ini kepadamu, tapi hal ini kamu harus tahu.”
            “Mau menjelaskan apa, Dok?” tanya Marsha agak penasaran.
            “Sebenarnya Wahyu itu sudah meninggal sehari sebelum kamu melakukan operasi mata kamu, dan sebelumnya dia mengatakan kepada saya bahwa dia ingin sekali mendonorkan kornea matanya untuk mengganti kornea matamu yang rusak. Dan ketika ia meninggal karena kecelakaan, saya melaksanakan amanat yang dia inginkan semasa hidup.”
            “Dokter hanya bercanda kan tentang ini? Wahyu tidak mungkin meninggal, saya kemarin dan hari ini masih bersama dia, kami jalan bersama, kami ngobrol bersama. Jadi dokter tidak udah membuat saya gelisah seperti ini.”
            Air mata Marsha pun tumpah meluah mendengar pernyataan bahwa Wahyu sudah meninggal, dia tidak kuat menghadapi ini. Tiba-tiba Wahyu muncul di balik kaca ruang dokter, dia tengah menundukkan kepala tanda bahwa dia telah menyesal.
            “Mengapa di saat aku sudah bisa melihat lagi dia malah tidak menjadi manusia lagi, mengapa ini harus terjadi? Aku menyayanginya,” kata Marsha dalam hati.
            Akhirnya dia berlari ke kursi taman yang ia gunakan duduk bersama dengan Wahyu, dia mengingat sejuta kenangan yang telah dia lakukan bersama Wahyu di sana. Dia tak percaya dengan kenyataannya bahwa Wahyu sudah tidak ada. Kemudian, Wahyu mendatangi Marsha, dan Marsha terlihat agak kaget melihat Wahyu.
            “Maafkan aku, Marsha, iya dokter benar, aku memang sudah meninggal saat aku menyeberang kembali ke rumah sakit seusai mengantar kamu untuk menyeberang, kejadian itu terjadi begitu saja.”
            “Wahyu, aku sayang sama kamu, kenapa kamu secepat ini meninggalkan aku?”
            “Ini sudah takdir, Marsha, aku akan selalu di samping kamu dan selalu menemani kamu dalam keadaan apapun itu.”
            Wahyu yang ingin sekali memegang tangan Marsha, tetapi dia tidak bisa melakukannya, dikarenakan badannya yang tembus pandang. Dia hanya menatap Marsha dalam-dalam dan tak terasa, Marsha pun meneteskan air mata lagi, dia tak kuat jika harus seperti ini. Tapi takdir berkata lain, Wahyu yang dulu selalu menggandeng tangan Marsha untuk berjalan, tetapi sekarang dia hanya bisa melihat saja tanpa melakukan sesuatu. Tapi waktu berjalan begitu cepat, Marsha pun akhirnya dijemput oleh Titan.
            “Marsha, kamu itu sudah gila ya? Masak tadi aku lihat kamu ngomong dan main sendiri di taman?” sentak Titan.
            “Ayo kita pulang saja.”
            Sesampainya di rumah, Marsha langsung ke dalam dan disusul oleh Titan.
            “Marsha! Asal kamu tahu aku suka sama kamu.”
            “Maaf aku hanya sayang sama Wahyu, bukan kamu.”
            “Marsha! Apa kamu nggak tahu kalau Wahyu udah mati dari dulu, dia udah nggak ada di sini lagi, jadi kamu nggak usah bicara soal Wahyu saja!” bentak Titan terhadap Marsha.
            “Apa maksud kamu, haa? Memang Wahyu udah meninggal tapi dia masih ada sama aku.”
            “Itu nggak mungkin, Marsha, kamu yang gila, selalu berpikiran bahwa Wahyu itu masih ada. Asal kamu tahu, yang nabrak Wahyu saat itu ya aku, aku kesel sama dia, aku cemburu kalo dia deket sama kamu, sedangkan aku? Aku nggak pernah bercanda tawa sama kamu sedikitpun itu,” celoteh Titan mengungkapkan semua apa yang sebenarnya terjadi.
            “Apa? Jadi kamu yang menabrak Wahyu?” kata Marsha yang membentak Titan.
            “Iya, lalu apa kamu tahu yang menabrak mobil keluarga kamu? Itu aku, Marsha, itu aku. Untuk itu aku membalas kejadian itu dengan memerhatikan keadaanmu, dan semakin aku dekat sama kamu semakin aku sayang dengan kamu,” senyum picik Titan melebar di bibirnya.
            Marsha tidak habis pikir, ternyata sepicik itu Titan kepadanya. Saat itu roh Wahyu menolong Marsha, dan dipukullah dia dengan kayu yang dibawa Wahyu. Akhirnya Marsha selamat dari kekerasan yang mengakibatkan dia terjatuh dari tangga.

            Lalu Titan dibawa ke kantor polisi, dan Wahyu menjelaskan kepada Marsha bahwa Marsha bisa melihat Wahyu karena dia memakai kornea mata Wahyu. Waktu Wahyu di dunia akhirnya berakhir, mereka berdua terpisah dengan keadaan yang sama-sama tenang, dan sama-sama bahagia. Novel Marsha yang berjudul “Rahasia Mata Wahyu” pun laris dengan isi kisah nyata dari Marsha dan Wahyu.